Sistem
Pemerintahan Jokowi dan SBY
1. Pemerintahan Jokowi
Joko
Widodo(akrab disapa Jokowi), tak diragukan lagi merupakan walikota paling
fenomenal di Indonesia sekarang ini. Gebrakannya dalam membuat kebijakan yang
pro-rakyat dan bersikap kritis atas modal asing, memberikan angin baru pada
kekuasaan yang terus membusuk di negeri ini. Kekuasaan yang selama ini
dipersonifikasikan dengan pro modal, korup, elitis dan oligarkis, dengan
hadirnya Jokowi, kini dapat personifikasi sebagai aspiratif dan pro rakyat. Pegangan
Jokowi dalam memerintah adalah amanat yang diberikan oleh pembukaan UUD 1945.
Sebuah pemerintahan harus berpijak pada konstitusi negara. Menurutnya, amanat
dari pemerintahan sudah secara tegas dinyatakan dalam konstitusi negara.
Ketika
menjadi walikota Solo, Jokowi mengambil pondasi tujuan sebuah pemerintahan dari
Pembukaan UUD 1945. Menurut Jokowi, dalam UUD 1945 sudah jelas dinyatakan
tentang fungsi dari pemerintahan yaitu; (1) Melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia; (2) Untuk memajukan kesejahteraan umum; (3)
mencerdaskan kehidupan bangsa; dan (4) dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Tujuan
dalam pembukaan UUD 45 tersebut menjadi pegangan Jokowi untuk memajukan
kebijakan dan membangun sistem pemerintahan yang mengabdi pada kepentingan
masyrakat dengan melibatkan partisipasi publik secara luas. Dengan berpegang
pada prinsip ini, Jokowi hendak memberikan pernyataan bahwa sebuah pemerintahan
yang menjalankan amanat konstitusional seharusnya berfungsi untuk
mensejahterakan rakyat. Bila pemerintahan gagal atau tidak bertujuan
mensejahterakan rakyat maka bisa dikatakan dia sudah tidak konstitusional.
Bila
analogi konsitusional ala Jokowi ini kita terapkan dalam pemerintahan pusat dan
lokal di Indonesia, maka dapat dipastikan bahwa mayoritas pemerintahan di Indonesia
tidak konstitusional, karena tidak menjalankan amanat konstitusi untuk
mensejahterakan rakyat.
·
Pro Ekonomi Rakyat
Sejak
Orde Baru berkuasa hingga sekarang, investasi asing dan modal besar selalu
menjadi primadona penguasa, baik di pusat maupun di daerah. Ideologi
pembangunan ala orde baru menganggap modal dan investasi besar sebagai berhala.
Karena itu di fasilitasi dengan berbagai regulasi dan insentif agar datang dan
berakumulasi. Namun, di Solo, logika kekuasan yang pro modal besar dan modal asing
justru seperti pepesan kosong. Dengan lantang, Joko Widodo sebagai walikota
Solo, menyatakan bahwa para pemimpin pusat kurang berpihak kepada rakyat dan
cenderung mementingkan kapital asing. Hal ini ditunjukan dengan penguasaan 52
persen bank dan 76 persen pertambangan oleh pihak asing. Bila pemerintah pusat
memihak rakyat, seharusnya perizinan kepemilikan usaha asing dipersulit. ‘Saya
sangat sedih melihat perkembangan ini,’ ujarnya.
Bersikap
kritis atas kepentingan modal adalah salah satu strategi dari Jokowi untuk
mengembangkan ekonomi kerakyatan yang mandiri. Secara ekonomis, walikota ini
bahkan berani mengatakan bahwa ekonomi kerakyatan menyumbang lebih besar bagi
roda perekonomian daerah daripada modal besar. Setelah Jokowi menjadi walikota,
pendapatan daerah dari pasar tradisionil meningkat dari Rp. 7,8 miliar menjadi
Rp. 19,2 miliar. Hasil Rp. 19,2 miliar itu didapat hanya dari retribusi harian
Rp 2.600. Sementara bila dari mall atau hypermart, justru Pemda hanya dapat
pemasukan dari IMB. Di Solo, jumlah minimarket juga dibatasi jumlahnya. Dari
sekitar 80 yang mengajukan ijin hanya belasan yang dia loloskan beroperasi.
‘Biar saya tidak diberi kesan anti investasi,’ ujar Jokowi sambil tertawa.
Sikap kritisnya atas ‘modal besar’ telah membawanya berpolemik dengan Gubernur
Jawa Tengah Bibit Waluyo, yang hendak membongkar bangunan bersejarah pabrik
gula dan menjadikannya sebuah mall.
·
Pemenuhan Hak Dasar
Kesehatan dan Pendidikan
Salah
satu formula dari neoliberalisme adalah melakukan privatisasi dalam segala
aspek kehidupan, termasuk dalam hal kesehatan dan pendidikan. Subsidi diangap
mahluk haram dan dikeluarkan dari kebijakan anggaran. Formula ini mengakibatkan
rakyat miskin kehilangan haknya untuk mendapatkan kesehatan dan pendidikan yang
layak dan berkualitas. Tanggungjawab sosial negara kepada rakyat diamputasi
oleh kepentingan pasar bebas. Jokowi justru melawan arus besar ini. Negara
tetap harus berfungsi sosial untuk rakyat yang miskin. Ia yakin prinsip ini
sejalan dengan jiwa UUD 45, yang menjadi landasan filosofis pemerintahannya.
Di
Solo, Jokowi mengubah politik anggaran, dengan memajukan subsidi kesehatan dan
pendidikan untuk rakyat miskin. Sang walikota lalu melahirkan program
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS) dan Bantuan Pendidikan
Masyarakat Surakarta (BPMKS). Dari kurang lebih 530 ribu warga Solo,hanya
sekitar 109 ribu di antaranya mendapat pelayanan Jaminan Kesehatan Masyarakat
dari pemerintah pusat. Program PKMS itu bertujuan menjaring sisanya. Sejauh
ini, sekitar 213 ribu orang terlindungi PKMS, dengan kebutuhan anggaran
mencapai sekitar Rp. 19 milyar.
Agar
rakyat miskin tidak ribet mengurus birokrasi, seperti di kota lain ketika
mengurus hak untuk mendapatkan kesehatan dan pendidikan, pihak walikota Solo
mengeluarkan kartu eksklusif untuk rakyat miskin agar mendapatkan pelayanan
prioritas. Kartu itu diberi kode ‘kartu platinum, gold dan silver’. ”Kalau
kartu platinum, gold dan silver, biasanya adalah kartu milik orang kaya, maka
di Solo justru milik orang miskin,” kata Jokowi berkelakar. Untuk pendidikan,
pemegang kartu platinum gratis semuanya, mulai dari uang pangkal sampai
kebutuhan sekolah dan juga biaya operasional. Kemudian, yang gold itu mendapat
fasilitas, tapi tak sebanyak platinum. Begitu juga yang silver, hanya dibayari
pemerintah kota untuk kebutuhan tertentu. Untu kesehatan juga sama. Semua
pemeganga kartu gratis, tidak hanya untuk penyakit ringan, tapi juga untuk
perawatan rawat inap, bahkan cuci darah juga gratis. “Karena kebijakan
kesehatan dan pendidikan yang pro rakyat, saya dipilih kembali menjadi walikota
Solo,”ujar Jokowi.
·
Reformasi Birokrasi
Persoalan
penting dari pejabat baru yang hendak melakukan perubahan adalah sistem
birokrasi warisan rejim lama yang korup, tidak transparan, tidak akuntabel dan
tidak efektif. Tantangan ini dihadapi oleh Jokowi dengan kreatif dan ketegasan.
Tantangan
pertama yang harus ia benahi adalah birokrasi dan korupsi dipengurusan KTP
(Kartu Tanda Penduduk). Dengan melakukan konsultasi dari para ahli IT, Jokowi
mendapatkan kesimpulan bahwa KTP dapat diurus dalam waktu satu jam. Sang
walikota lalu mengadopsi kebijakan ini dengan membuat infrastruktur yang
modern, transparan, akuntibel dan cepat. Tempat pengurusan KTP dia ubah seperti
sistem pelayanan di Bank. Untuk menyesuaikan sistem baru yang modern dan
transparan ini, Jokowi harus menghadapi birokrasi sistem lama yang melakukan
resistensi atas sistem baru yang ia ajukan. Tiga lurah dan satu camat yang
ragu-ragu dengan sistem ini ia copot. ‘Saya ganti saja dengan yang baru dan
memahami sistem yang saya buat. Begitu saja kok repot,’ katanya. Menggantikan
birokrasi dengan sistem baru, terbukti membuat birokrasi pengurusan KTP
terpangkas dan pos-pos korupsi dihilangkan. Dengan biaya sebesar Rp. 5.000,
warga Solo dapat mengurus KTP hanya dalam waktu satu jam.
Proses
reformasi aparat pemerintahan yang juga ia lakukan secara revolusiner, adalah
ditujukan kepada Satpol Polisi Pamongpraja (Satpol PP) di Solo. Jokowi merasa
marah melihat proses penggusuran di berbagai kota yang menggunakan Satpol PP
untuk melakukan kekerasan terhadap rakyat kecil. “Ketika saya menjadi walikota,
maka saya sudah memutuskan tidak ada lagi satpol PP di kota Solo”. Satpol PP
menjadi sasaran pertama untuk di revolusi. Jokowi memerintahkan ketua Satpol PP
kota Solo untuk mengumpulkan seluruh pentungan, tameng dan seragam Satpol PP. “Saya
kumpulkan, saya masukkan gudang dan kemudian saya kunci”. Ketua satpol lama
yang kekar dan berkumis tebal, ia gantikan dengan seorang perempuan ayu
berseragam kebaya. Seragam satpol PP juga ia ganti dengan seragam ala abdi
dalem keraton, sehinga wajah sangar anggota Satpol PP yang dulu seram, sekarang
menjadi kemayu dan manis.
Jokowi
menunjukkan bahwa ketegasan atas birokrasi warisan rejim lama sangat dibutuhkan
untuk melakukan reformasi birokrasi. Birokrat yang tak sejalan dengan sistem
yang ia bangun, ia pecat dan ganti dengan yang baru. Dengan ketegasan ini, ia
berhasil menjinakkan birokrasi rejim lama untuk tunduk dan menjalankan sistem
yang ia bangun. Jokowi bukanlah tipe ’pemimpin peragu’ yang mencla-mencle atas
birokrasi dalam pemerintahanya.
·
Demokrasi Langsung
Kekuasaan
yang didapatkan dari hasil demokrasi perwakilan/formal, seringkali mendatangi
rakyat menjelang pemilihan umum (Pemilu), tapi menjadi pelupa setelah berkuasa.
Setelah Pemilu, kekuasaan mengabdi untuk kepentingan pribadi, kelompok atau
partainya. Karena itu demokrasi yang hanya bergantung pada proses elektoral,
seringkali membeku menjadi kekuasaan oligarkis yang korup dan tidak aspiratif.
Di
Solo, Jokowi melakukan terobosan luar biasa dengan mengembangkan demokrasi
langsung, yang menghubungkan antara dirinya dengan rakyat tanpa perantaraan
birokrasi, LSM atau partai.Dalam periode pertama pemerintahannya, sang walikota
memerintahkan agar pintu gerbang kantor walikota tidak boleh ditutup untuk para
demonstran. Kepada para stafnya ia perintahkan untuk melayani para demonstran
dengan baik, diberi tempat yang teduh, diberi minum dan makan dan ditemani oleh
para staf yang ramah dan cantik-cantik. Bila ada di kantor, Jokowi bertemu
langsung dengan para demonstran. Kebiasaan Jokowi ini sangat berbeda dengan
banyak pejabat yang justru menutup kantornya dari demonstran, bersembunyi
bahkan kerap membubarkan demonstrasi dengan memanggil polisi dan Satpol PP. Dari
para demonstran ia mendapatkan masukan tentang problem yang dialami rakyat dan
solusi yang mereka tawarkan. Segala macam cacian dan protes ia terima dengan
kalem. Setelah dua periode memerintah, Jokowi sedih karena para demonstran
sudah berkurang jauh. ‘Kadang-kadang saya malah jadi kangen ingin di demo,’
ujarnya. Strategi jitu yang juga ia lakukan adalah dengan melakukan turun ke
bawah (turba), untuk mengetahui langsung persoalan di tengah rakyat. ‘Saya itu
paling lama cuma satu jam di kantor, selebihnya saya keliling keluar masuk
kampung dan pasar,’ ujar sang walikota. Dengan terjun langsung ‘saya mengetahui
aspirasi dari masyarakat tanpa dikurangi dan dilebihkan.’
Dengan
metode demokrasi langsung, Jokowi berhasil merelokasi puluhan pedagang kaki
lima (PKL) di Solo dengan cara demokratis, tidak merugikan para pedagang kecil,
sebaliknya malah menguntungkan mereka. Ratusan para pedagang malah pernah ia undang
makan malam hingga 54 kali agar mereka bisa mencapai kesepakatan untuk
melakukan relokasi yang menguntungkan pedagang. Di tempat relokasi yang baru,
omset para pedagang PKL rata-rata meningkat 4 sampa 10 kali lipat.
Cara
lain untuk menjaring aspirasi dan mencari solusi dari rakyat adalah dengan
melakukan ’konsultasi publik’ secara reguler setiap bulan, dengan mengundang
RT/RW dan masyarakat luas di halaman balaikota. Dengan cara ini Jokowi
melakukan kontrol atas pemerintahannya secara langsung. Fungsi pengawasan yang
paling penting atas pemerintahanya bukan dilakukan oleh DPRD TK II, tapi dari
konsultasi publik. Dengan cara ini, ia juga dapat meminimalisir laporan ABS
(Asal Bapak Senang) yang menjadi tradisi dalam birokrasi rejim lama. Berbagai
kritik dan masukan dari rakyat langsung ia dengarkan. ‘Telinga saya sudah biasa
di marahi oleh rakyat.’
Apa
yang dilakukan Jokowi adalah mengembangkan demokrasi langsung, dimana rakyat
berpartisipasi dalam mengawasi, mencari solusi, dan menjalankan program-program
pemerintahannya. Rakyat tidak menjadi pasif atas kekuasaan, tapi dimobilisasi
dan dilembagakan untuk mengawal pemerintahanya secara langsung. Model seperti
ini adalah terobosan di tengah pembusukkan sistem politik dominan yang dikuasai
oleh partai politik. Jokowi menunjukkan, bahkan di tengah situasi partai yang
korup dan elitis, demokrasi langsung adalah suatu cara yang paling efektif
untuk mengajak rakyat terlibat dalam politik pemerintahan.
·
Pembangunan monorel
Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo
(Jokowi), mengaku tidak keberatan kalau pemerintah pusat lebih dulu membangun
monorel. "Ya bagus dong," kata Jokowi di Balaikota DKI Jakarta,
Selasa. Ia menyatakan akan mendukung pembangunan monorel yang beberapa hari
lalu sudah diresmikan oleh Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN),
Dahlan Iskan, di Madiun. Jokowi juga mengatakan, pembangunan jalur monorel
Bekasi-Cawang-Kuningan terlebih dulu akan meringankan tugasnya. "Kan
memang untuk Jakarta juga. Malah kerjaan saya jadi ringan," katanya. Dia
akan menerima pihak-pihak yang ingin membangun infrastruktur untuk kepentingan
warga Jakarta. "Selamat datang di Jakarta. Mau itu dari pemerintah pusat,
BUMN, investor kalau memang mau membangun untuk warga Jakarta ya
silahkan," katanya.
Rencana pembangunan monorel di Jakarta saat
ini masih menemui kendala. Jokowi menyatakan akan memanggil konsorsium, PT
Jakarta Monorail, untuk menyelesaikan masalah itu. "Kalau besok sudah
selesai, saya tanda tangan, langsung cor," katanya.
2. Pemerintahan SBY
Sembilan tahun pemerintahan
SBY-Boediono dianggap gagal. Janji-janji kampanye yang dulu disodorkan ke
rakyat tidak berdampak sama sekali. Alih-alih berpikir soal kesejahteraan
rakyat, SBY justru lebih memikirkan gonjang-ganjing Politik, khususnya sibuk
dengan urusan Partainya sendiri yaitu Partai Demokrat. Inilah beberapa hal yang
disampaikan Forum BEM DIY, yang menyelenggarakan aksi simpatik di Gedung DPRD
DIY Jum’at, 1 Maret 2013. Dalam orasinya, Forum Bem DIY mengatakan salah satu
hal yang belum di penuhi dalam sembilan tahun pemerintahan SBY-Boediono adalah
realisasi 20% anggaran pendidikan. Belum terealisasinya pendidikan gratis untuk
semua jenjang pendidikan, pengawasan dana bos yang tidak transparan.
Penegakan
hukum yang masih tebang pilih, munculnya rekening gendut polisi, pemberian
grasi kepada 330 narapidana korupsi adalah sederatan catatan buruk dalam
penegakan hukum selama pemerintahan SBY-Boediono. Untuk Forum BEM DIY,
memberikan beberapa point masukan bagi pemerintahan SBY-Boediono diantaranya
adalah, pertama, menuntut profesionalitas lembaga penegak hukum dan
berantas koruptor tanpa pandang bulu. Kedua, menuntut tuntas segala
macam kasus lingkungan hidup dikawasan pegunungan, perkotaan hingga pesisir.
·
Fokus dalam bidang
Pendidikan :
1.
meneruskan dan mengefektifkan
program rehabilitasi gedung sekolah yang sudah dimulai pada periode 2004 -
2009, sehingga terbangun fasilitas pendidikan yang memadai dan bermutu dengan
memperbaiki dan menambah prasarana fisik sekolah, serta penggunaan teknologi
informatika dalam proses pengajaran yang akan menunjang proses belajar dan
mengajar agar lebih efektif dan berkualitas.
2.
Pemanfaatan alokasi
anggaran 20 % dari APBN untuk memastikan pemantapan pendidikan gratis dan
terjangkau untuk pendidikan dasar 9 tahun dan dilanjutkan secara bertahap pada
tingkatan pendidikan lanjutan di tingkat SMA.Pendidikan gratis atau terjangkau
ini tidak hanya dilakukan dengan sekedar membebaskan murid dari SPP tetapi juga
dari pungutan lain seperti buk u wajib atau kegiatan praktek ekstra kurikulum.
3.
perbaikan secara
fundamental kualitas kurikulum dan penyediaan buku-buku yang berkualitas agar
main mencerdaskan siswa dan membentuk karakter siswa yang bermain, berilmu,
kreatif, inovatif, jujur,dedikatif, bertanggung jawab dan suka bekerja keras.
4.
meneruskan perbaikan
kualitas guru, dosen serta peneliti aagr menjadi pilar pendidikan yang
mencerdaskan bangsa,mampu menciptakan lingkungan yang inovatif, serta mampu
menularkan kualitas intelektual yang tinggi, bermutu dan terus berkembang
kepada anak didiknya. selain program sertifikasi guru untuk menjaga mutu,juga
akan ditingkatkan pogram pendidikan dan pelatihan bagi para guru termasuk
program pendidikan bergelar bagi para guru agar sesuai dengan bidang pelajaran
yang diajarkan dan semakin bermutu dalam memberikan pengajaran pada siswa.
5.
memperbaiki remunerasi
guru dan melanjutkan upaya perbaikan penghasilan kepada guru, dosen dan para
peneliti.
6.
memperluas penerapan dari
kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mendukung kinerja
penyelenggara pembangunan di bidang pendidikan.
7.
mendorong partisipasi
masyarakat (terutama orang tua murid) dalam menciptakan kebijakan dan
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan aspirasi dan
tantangan jaman saat ini.
8.
mengurangi kesenjangan
dalam akses pendidikan dan kualitas pendidikan, baik pada keluarga
berpenghasilan rendah maupun daerah yang tertinggal. pemberian program beasiswa
dan pelaksanaan dan perluasan Program Keluarga Harapan (PKH), serta memberikan
bantuan tunai kepada rumah tangga miskin dengan syarat mereka mengirimkan
anaknya ke bangku sekolah.
·
Penghematan Energi
Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono, ketika menyampaikan pidato tentang gerakan nasional
penghematan energi serta peningkatan pendapatan negara dan optimasi anggaran di
Istana Negara, Jakarta, Selasa (29/5/2012), mengemukakan lima kebijakan
dan tindakan yang akan dilakukan pemerintah.
Langkah Pertama,
pengendalian sistem distribusi di setiap SPBU. Pengendalian ini, kata Presiden,
dilakukan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. Setiap kendaraan
akan didata secara elektronik, baik data kepemilikan maupun data fisik
kendaraan tersebut. Setiap kali kendaraan tersebut mengisi BBM, maka jumlah BBM
subsidi yang dibeli akan tercatat secara otomatis, dan dapat diketahui jumlah
pembelian setiap harinya. "Langkah ini untuk menjamin bahwa konsumsi BBM
khususnya yang bersubsidi dapat dikendalikan secara transparan dan akuntabel,
dan penggunaannya pun tepat sasaran. Ingat, BBM bersubsidi hanya bagi mereka
yang berhak. Jumlahnya pun harus tepat, sehingga dapat dicegah terjadinya
kebocoran dan penyimpangan, yang akan sangat merugikan negara," kata
Presiden.
Selain
itu, untuk mencegah terjadinya kelangkaan BBM, Pertamina akan tetap menjaga
pasokan sesuai dengan kuota daerah, tetapi sekaligus menyediakan BBM non
subsidi berapapun yang dibutuhkan.
Langkah Kedua adalah
pelarangan BBM bersubsidi untuk kendaraan pemerintah, baik Pusat maupun Daerah,
juga untuk BUMN dan BUMD. Langkah ini dilakukan dengan cara pemberian stiker
khusus bagi kendaraan yang dilarang menggunakan BBM bersubsidi tersebut.
Jajaran Pemerintah Pusat dan daerah, BUMN dan BUMD diharapkan dapat memberikan
contoh nyata dalam upaya penghematan BBM ini. Langkah ini juga untuk meyakinkan
bahwa subsidi dengan anggaran yang besar benar-benar tepat sasaran, dan sesuai
dengan peruntukannya.
Langkah
Ketiga adalah pelarangan BBM
bersubsidi untuk kendaraan perkebunan dan pertambangan. Pelarangan ini juga
dilakukan dengan menerapkan sistem stiker.
Pengawasan dilakukan oleh BPH Migas secara terpadu bekerja sama dengan
aparat penegak hukum dan Pemerintah Daerah. "Harus pula dilakukan kontrol
yang ketat di daerah, utamanya di areal usaha perkebunan dan pertambangan,
serta Industri, atas pelaksanaan ketentuan ini. Selanjutnya untuk memenuhi
kebutuhan BBM bagi kalangan pertambangan dan perkebunan, Pertamina akan menambah
SPBU BBM non subsidi sesuai kebutuhan di lokasi-lokasi tersebut," kata
Presiden.
Langkah
Keempat adalah konversi BBM ke Bahan Bakar Gas (BBG)
untuk transportasi. Program konversi atau pengalihan penggunaan BBM ke BBG ini,
kata Kepala Negara, harus menjadi program utama nasional. Hal ini sebagai upaya
Indonesia mengurangi ketergantungan pada BBM, dan kemudian beralih ke gas,
terutama di sektor transportasi. "Pada tahun ini akan dibangun stasiun
pengisian gas baru sebanyak 33 stasiun, dan sebanyak 8 stasiun akan
direvitalisasi kembali. Untuk langkah awal, mulai tahun ini, pemerintah akan
membagikan 15.000 converter kit, atau alat konversi penggunaan BBM menjadi BBG
bagi angkutan umum secara bertahap, dan terus ditingkatkan pada tahun-tahun
mendatang," kata Presiden. Efektivitasnya diversifikasi dan konversi BBM
ke BBG, kata Presiden, memang baru akan dirasakan pada tahun 2013 mendatang.
Namun, langkah ini dikatakan upaya penting dalam penghematan penggunaaan BBM
bersubsidi, dan pelestarian lingkungan.
Langkah
Kelima adalah penghematan penggunaan listrik dan air di
kantor-kantor pemerintah, pemerintah daerah, BUMN dan BUMD, serta penghematan
penerangan jalan-jalan, yang semuanya mulai diberlakukan pada bulan Juni 2012. "Pimpinan
instansi dan lembaga terkait harus bertanggung jawab untuk suksesnya
pelaksanaan program ini. Pada tahun 2008 dan 2009 yang lalu, ketika kita
menghadapi kondisi yang relatif sama dengan apa yang terjadi saat ini, gerakan
penghematan listrik dan air ini berjalan dengan sangat sukses. Saat itu kita
berhasil menurunkan penggunaan BBM dan listrik yang signifikan," kata
Presiden.
Kelima
langkah ini, sambung Presiden, akan ditunjang oleh pengetatan pengawasan.
Pemerintah akan meningkatkan pengawasan dan menindak tegas setiap penyelewengan
penggunaan BBM bersubsidi. "Saya instruksikan kepada BPH Migas agar
meningkatkan koordinasi dengan instansi-instansi terkait, untuk memastikan
tidak ada kebocoran dan penyimpangan dalam distribusi, mulai dari depo sampai
ke stasiun pengisian (SPBU), dan di tempat-tempat lainnya," kata Presiden.